MESIR


Mumi
 adalah sebuah mayat yang diawetkan, dikarenakan perlindungan dari 
dekomposisi oleh cara alami atau buatan, sehingga bentuk awalnya tetap 
terjaga. Ini dapat dicapai dengan menaruh tubuh tersebut di tempat yang 
sangat kering atau sangat dingin, atau ketiadaan oksigen, atau 
penggunaan bahan kimiawi.
Mumi
 paling terkenal adalah mumi yang dibalsam dengan tujuan pengawetan 
tertentu, terutama dalam Mesir kuno. Orang Mesir percaya bahwa badan 
adalah tempat Ka seseorang yang sangat penting dalam masa setelah hidup.
 Salah Satu Mumi firaun yang paling terkenal adalah raja Tukankhamen, 
raja ini terkenal hampir di seluruh budaya di dunia. kutukannya yang 
misterius bisa dilihat disini. Di Cina, telah ditemukan dari peti mati 
sipres yang tenggelam dengan menggunakan tanaman obat-obatan.
Mumi
 yang terbentuk karena kejadian alami, seperti di tempat super dingin 
(Ötzi manusia es, asam (manusia Tollund) atau kekeringan yang ditemukan 
di banyak tempat di dunia. Beberapa mumi yang terawet baik dalam kondisi
 alami bermulai sejak periode Inca di Peru.
WAMENA

MUMI Wamena, bisa jadi, tidak sekondang mumi para Firaun Mesir. Namun, 
sensasinya
 tak kalah kuat. Apalagi, pengunjung tidak hanya bisa melihat mumi 
berusia ratusan tahun tersebut. Pengunjung juga diizinkan untuk berfoto 
dengan mumi yang bentuk beberapa organ tubuhnya masih tampak jelas 
itu.MUMI
Tak
 aneh, desa tempat mumi tersebut seolah menjadi lokasi yang wajib 
dikunjungi oleh siapa saja yang ke Wamena. Sebut, misalnya, Mumi Wim 
Motok Mabel di Desa Yiwika, Distrik Kurulu, Wamena, Papua.
Untuk
 mencapai Wamena, pengunjung dari luar Papua harus transit dulu di 
Bandara Sentani, Jayapura. Dari Sentani, kita harus menggunakan pesawat 
udara lagi. Sebab, sampai saat ini jalur udara itulah satu-satunya cara 
yang bisa ditempuh untuk mencapai Wamena.
Tiket
 pesawat Jayapura-Wamena Rp 880 ribu per orang. Tidak terlalu mahal, 
mungkin. Tapi, mendapatkannya tidak mudah. Maklum, pesawat yang tersedia
 terbatas.
Setelah
 dapat tiket pun, belum bisa dipastikan kita akan sampai di Wamena. 
Masih ada penentu lain. Cuaca. Untuk mencapai Wamena, pesawat harus 
melalui celah di antara dua bukit. “Bila cuaca sedang tidak bagus 
sehingga celah itu berkabut, pesawat biasanya kembali ke Bandara 
Sentani,” tutur seorang calon penumpang di Bandara Sentani. Mendebarkan?
 Mereka yang gemar bertualang mungkin menganggapnya mengasyikkan.
Tiba di Bandara Wamena, tinggal pilih, mau langsung ke perkampungan tempat mumi berada atau beristirahat dulu. 
Bila
 mau langsung menuju lokasi, kita bisa memanfaatkan jasa taksi bandara. 
Tarifnya Rp 100 ribu per jam atau Rp 800 ribu per hari. Bila pengunjung 
ingin beristrahat dulu, di sekitar Bandara ada hotel dan penginapan. 
Tarif terendah Rp 250 ribu per hari.
Perkampungan
 mumi di Distrik Kurulu, Jaya Wijaya, berjarak sekitar 30 kilometer atau
 25 menit perjalanan dari Kota Wamena. Sepanjang perjalanan, mata seolah
 dimanjakan dengan pemandangan alam terbuka yang berbukit-bukit dan 
menawan.
Lalu,
 wow! Sekitar 15 menit perjalanan, menjelang memasuki desa tempat mumi 
berada, di kiri jalan tampak bukit dengan hamparan putih di 
sekelilingnya. Salju? Bukan. Hamparan putih itu pasir. Tapi, memang, 
pasir itu terlihat putih sekali.
Setelah
 25 menit perjalanan, sampailah kita tiba di kampung mumi. Perkampungan 
itu dihuni 20 kepala keluarga. Di bagian depan perkampungan ada pintu 
masuk yang hanya dibuka saat ada tamu.
Begitu
 kami masuk halaman perkampungan, mereka langsung menyambut kami dengan 
ramah. Yang perempuan mengenakan sali (rok dari kulit kayu), sedangkan 
yang laki-laki memakai koteka. Kesan primitif sangat terasa. Namun, ada 
yang bilang bahwa mereka sebetulnya sudah berkain seperti kita 
sehari-hari. “Tapi, mereka langsung buka baju begitu tahu ada 
pengunjung,” kata seorang teman yang asli Wamena.
Lingkungan
 di perkampungan itu juga masih terkesan alami. Di kiri kanan tampak 
honai, rumah tempat warga tinggal. Di salah satu honai itulah mumi Wim 
Motok Mabel disimpan.
Mau
 melihat mumi? Boleh. Tapi, harus nego dulu sebelum mereka mau 
mengeluarkan mumi tersebut dari honai. “Ada tarifnya. Biasanya 
pengunjung harus bayar Rp 25 ribu. Katanya sih untuk biaya perawatan,” 
kata teman tadi.
Menurut
 Batu Logo, salah seorang warga yang tinggal di perkampungan tersebut, 
Mumi Wim Motok Mabel adalah generasi ketujuh. Usianya saat ini 368 
tahun. “Dia (Wim Motok Mabel, Red) adalah kepala suku perang. Menurut 
cerita orang tua kami, sebelum meninggal beliau berpesan agar mayatnya 
tidak dibakar. Beliau minta mayatnya diawetkan agar jasadnya bisa 
dilihat generasi berikutnya,” kata Batu Logo.
Meski
 telah berusia 368 tahun, sebagian bentuk tubuh mumi itu masih sangat 
jelas. Terutama kepala, badan, dan kaki. Bahkan, kotekanya pun masih 
terlihat. “Untuk menjaga agar tidak rusak termakan usia, mumi itu 
dirawat secara tradisional dengan pengasapan dan pengolesan lemak babi 
ke seluruh tubuh mumi,” terang Batu Logo.
Mau
 berfoto bersama Mumi, bisa. Tapi, lagi-lagi ada tarifnya. Bahkan, 
berfoto dengan warga setempat yang mengenakan pakaian tradisional pun, 
kita harus bayar. “Seorang Rp 5 ribu untuk sekali jepretan,” kata Batu 
Logo.
Bahkan,
 di depan salah satu honai, tampak pondok yang memajang hasil kerajinan 
tangan warga. Kotega berbagai jenis dan ukuran terlihat bergantungan di 
sana. Ada juga noken, kalung, gelang, dan beragam kerajinan tangan lain.
 Harganya juga bervariasi. Tapi, jangan dulu berpikir “serbu”, serba 
lima ribu. Kerajinan tangan di kios suvenir itu berharga Rp 50 ribu 
hingga ratusan ribu rupiah.
0 komentar:
Posting Komentar